Beragamnya bentuk
pertunjukan, tarian, alat musik, dan pakaian, menjadi warisan tersendiri bangsa Indonesia. Tidak mudah untuk
dapat menciptakan seni dan budaya karena harus mencurahkan akal budi dan daya upaya
masyarakat suatu wilayah. Wajar jika kemudian terjadi perdebatan panjang
saat Tari Tor-tor dan Gordang Sembilan (Gondang Sembilan) dari
Mandailing, Sumatra Utara, dinyatakan akan menjadi hak cipta Malaysia.
Kata
"Tor-tor" berasal dari suara entakan kaki penarinya di atas papan rumah
adat Batak. Penari bergerak dengan iringan Gondang yang juga berirama
mengentak. "Tujuan tarian ini dulu untuk upacara kematian, panen,
penyembuhan, dan pesta muda-mudi. Dan tarian ini memiliki proses ritual
yang harus dilalui," kata Togarma Naibaho, pendiri Sanggar budaya Batak, Gorga.
Ada tiga pesan ritual yang ingin disampaikan pada tarian tersebut, yakni takut
dan taat pada Tuhan, sebelum tari dimulai harus ada musik persembahan
pada Yang Maha Esa. Kemudian dilanjutkan pesan ritual untuk leluhur dan
orang-orang masih hidup yang dihormati. Terakhir, pesan untuk khalayak
ramai yang hadir dalam upacara. Barulah dilanjutkan ke tema apa dalam
upacara itu. Selain untuk ritual juga untuk
penyemangat jiwa. Seperti makanan untuk jiwa. Makna terakhir sebagai
sarana untuk menghibur.
Durasi Tari Tor-tor bervariasi, mulai dari tiga hingga sepuluh menit.
Di tanah Batak, hal ini tergantung dari permintaan satu rombongan yang
mau menyampaikan suatu hal ke rombongan lain. Dimintalah satu buah lagu
pada pemusik. Jika maksud sudah tersampaikan, barulah tarian dihentikan. Tarian ini akhirnya bertransformasi di Ibu Kota karena mulai
ditampilkan di upacara perkawinan. Jika sudah sampai di upacara ini,
bentuknya bukan lagi ritual melainkan hiburan. Karena menjadi tontonan
dan tidak semua yang hadir ikut terlibat dalam tarian tersebut.
Memang belum ada buku yang mendeskripsikan rekam sejarah Tari Tor-tor
dan Gondang Sembilan. "Namun, sudah ada pencatatan hasil
perjalanan di zaman kolonial yang mendeskripsikan Tari Tor-tor. Meski demikian, sama seperti kebudayaan di dunia ini, Tari Tor-tor
juga mengalami pengaruh dari luar yaitu India. Bahkan jika ditelusuri
lebih jauh pengaruhnya bisa tercatat hingga ke Babilonia" kata Guru Besar Tari
Universitas Indonesia Edi Sedyawati.
Gondang Sembilan
Tari Tor-tor selalu ditampilkan dengan tabuhan Gondang Sembilan.
Warga Mandailing biasanya menyebutnya Gordang Sembilan, sesuai dengan
jumlah gendang yang ditabuh. Jumlah gendang ini merupakan yang terbanyak di wilayah Suku Batak.
Karena gendang di wilayah lainnya seperti Batak Pakpak hanya delapan
buah, Batak Simalungun tujuh buah, Toba enam buah, dan di Batak Karo
tingga tersisa dua buah gendang.
Banyaknya jumlah gendang ini ada hubungannya
dengan pengaruh Islam di Mandailing. Di mana besarnya gendang hampir
sama dengan besar bedug yang ada di masjid.Gendang ini juga punya ciri khas lain yakni pelantun yang disebut
Maronang onang. Si pelantun ini biasanya dari kaum lelaki yang
bersenandung syair tentang sejarah seseorang, doa, dan berkat. yang disesuaikan dengan apa yang diharapkan oleh komunitas peminta
acara.
sumber : http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/06/mengupas-sejarah-dan-makna-tari-tor-tor
No comments:
Post a Comment