Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Friday, October 29, 2010

Surat kepada Keluarga-keluarga Kristiani (Dari Komisi Kerasulan Keluarga KAJ)


Kepada keluarga-keluarga kristiani se-Keuskupan Agung Jakarta

Salam damai dalam kasih Keluarga Kudus Yesus, Maria dan Yosep.

Banyaknya tantangan dalam perkawinan dan hidup berkeluarga memanggil banyak orang untuk membuka mata lebar-lebar kepada semua usaha dan kemungkinan yang dapat memberikan pertolongan kepada pasangan yang sedang berada dalam kesukaran membangun relasi sebagai pasangan. Ada banyak orang maupun kelompok berdasarkan kesanggupannya masing-masing bisa ikut menolong banyak pasangan yang berjuang untuk mempertahkan perkawinan. Dalam banyak kesempatan saya selalu menegaskan, bahwa perkawinan yang bahagia merupakan buah dari usaha bahkan membutuhkan pengorbanan. Perkawinan yang bahagia bukan pertama-tama terletak pada perayaan perkawinan melainkan dalam perjalanan perkawinan itu sendiri. Di dalam perjalanan perkawinan, pasangan menempuh dinamika yang tak selalu berjalan mulus.

Saat-saat tertentu kebersamaan dengan pasangan merupakan hal yang amat dirindukan. Tetapi dapat terjadi pada saat tertentu kehadiran pasangan bisa dirasakan menganggu. Seorang pekerja kantoran yang begitu konsentrasi dalam menyelesaikan pekerjaannya – yang barangkali karena tuntutan target akan merasa terganggu oleh keinginan pasangan untuk berlibur atau makan bersama. Kenyataan-kenyataan tersebut menggambarkan jatuh-bangunnya usaha dalam membangun perkawinan yang bahagia. Relasi suami-isteri bisa menjadi rusak karena prasangka dan hilangnya harapan terhadap pasangan. Dalam situasi seperti dibutuhkan kehadiran orang lain, pihak ketiga yang bisa menemani pasangan untuk bersama berusaha memulihkan kembali relasi yang terganggu oleh karena prasangka. Kehadiran pihak ketiga tentu tak bermaksud mencari siapa salah dan siapa benar, melainkan untuk menolong dan mendampingi pasangan berusaha bersama-sama menjaga, memelihara, dan akhirnya memberikan makna terhadap perkawinan mereka.

Oleh karena perkawinan yang membutuhkan pendampingan sangat banyak, maka dalam karya mendampingi keluarga-keluarga diibutuhkan keterlibatan banyak orang. Satu di antaranya yang bisa saya sebutkan ialah pentingnya peran saksi perkawinan. Barangkali ada pasangan yang melihat peran saksi perkawinan hanya demi formalitas. Memang, keabsahan sebuah perkawinan menurut ketentuan Gereja, juga ditentukan oleh adanya dua orang saksi (bdk. Kan 1108 KHK 1983). Tetapi secara pastoral keberadaan saksi perkawinan diharapkan ikut mendampingi pasangan yang melangsungkan perkawinan. Dengan demikian saksi perkawinan tidak hanya sekadar memenuhi tuntutan demi formalnya perkawinan, tetapi juga ikut bertanggungjawab dalam menemani pasangan menempuh perjalanan perkawinan. Maka sangat diharapkan, bahwa yang menjadi saksi perkawinan ialah orang yang memang secara pribadi dekat atau kenal dengan pasangan. Peran dan tanggungjawab saksi perkawinan meluas, tidak hanya pada pemenuhan permintaan karena Gereja mewajibkan, melainkan pada keikutsertaan dalam mendampingi dan menemani mereka yang menikah dalam hidup perkawinan. Itu berarti, ada dua peran saksi perkawinan. Pertama, pada saat perayaan perkawinan dilangsungkan. Peran ini bisa saya sebut sebagai peran formal atau peran hukum. Kedua, peran moral. Peran ini saya sebut juga sebagai peran pendampingan.

Terkait dengan peran yang pertama, sekali lagi, keberadaan saksi perkawinan memang sangat diperlukan demi keabsahan perkawinan yang dilangsungkan. Sebab perkawinan yang sah menurut Gereja ialah perkawinan yang dilangsungkan di hadapan pelayan resmi Gereja dengan dua orang saksi. Sedangkan terkait dengan peran yang kedua, keberadaan saksi perkawinan ikut serta dalam mendukung pasangan yang melangsungkan perkawinan. Saksi perkawinan membesarkan hati pada saat pasangan mengalami kesulitan. Dalam hal ini saksi perkawinan ikut membantu pasangan dalam perjalanan perkawinan untuk memaknai perkawinan mereka dalam terang iman.

Sampai jumpa pada edisi mendatang. Salam dalam nama Keluarga Kudus, Yesus, Maria dan Yosep



Rm. Ignas Tari, MSF

Komisi Kerasulan Keluarga Keuskupan Agung Jakarta 

Friday, October 8, 2010

panggil aku masdodon...


Ini bukan bermaksud untuk menyombongkan diri atau maksud lain, ini justru untuk mengkoreksi dan menyakinkan diri saya sendiri, untuk lebih dekat dan lebih semangat dalam berkarya bersama-Nya.

Pada waktu menghadiri pesta kumpul bocah bulan juli kemarin, memang hal istimeawa buat saya, disamping beberapa tahun tidak bertemu dengan teman-teman seperjuangan, ada yang membuat saya geli, bingung dan menyesal sampai sekarang. Waktu itu, selesai misa dan makan malam, saya melihat-lihat disekeliling ruang alua dan memang banyak orang asing bagi saya, rupanya benar saja dugaan saya ini. Seorang teman yang satu ini, menghampiri saya diaula don bosko sewaktu malam hari.
"maaf mas, dulu alumni seminari ya?" tanyanya.
"oh...salah, bukan. Saya seperti dengan anda penggemar mgr. Pujo dan PS Garamnya" jawab saya.
"mosok sih....dulu angkatan berapa?
"saya ikut di garam th.99 dulu bareng dengan mbak ncis di bongsari, terus di kevikepan dengan mbak sandul sekarang jadi suster"
"gak...diseminarinya?"
"hehehe....saya gak pernah masuk seminari, klo main pernah"
"wahhh...merendah... lha sekarang kerja dimana?
"saya di bandung, percetakan surat kabar"
"lha...masuk disitu klo gak dari seminari susah lho"
"mosok sih...buktinya aku sudak 4th kerja..."
...dan begitulah seterusnya perbincangan kami tidak pernah lepas dari seminaris dan para romonya. saya berharap ini cepat selesai dan menjelang pagi. tetapi teman saya ini masih penasaran dengan saya, sampai saya kembali ke bandung....

Ini bukanlah yang pertama kali, sewaktu menghadiri thabisan mgr. Pujo di sabuga terjadi hal serupa. Setelah berkumpul dengan teman-teman dari semarang dan melewati pos pemeriksaan yang ketat, seseorang dengan jubah putih (saya kira romo paroki setempat) dan memang HT (tampaknya sedang sibuk mengatur umat yang datang) tiba-tiba datang dan menghapiri saya,
"romo, nanti masuk lewat samping ke kiri dan disitu temannya dan romo duduk"
"waduh...maaf, saya mudika dari semarang"
""lho...bukan romo. ya sudah tidak apa-apa"
mungkin orang itu sudah capek atow terlalu sering melihat para romo, sampi-sampai saya juga di panggil romo (tow semua laki-laki di panggilnya romo, jadi ge er saya...)

Di dua tempat ini yang saya anggap sebagai 'event' resmi, ternyata juga terjadi hal-hal seperti ini. Hal lain juga terjadi saat pemakaman eyang kami tercinta di jogjakarta. Setelah upacara pemakaman selesai dan kami akan beranjak pulang, seorang ibu (STW, setengah towo) dengan bersusah payah melewati batu-batu nisan mencoba menghampiri saya,
"waduh romo, nyuwun mengapunten kolo mben mmboten saget ngrawuhi amargi wonten acara engkang...."
"aduh...sekedap bu, ibu madhosi sinten?"
"lha rak panjenengan romo tho?"
"wo... meniko romo nipun, sanes kulo." (mosok pake kaos oblong ikut layat nek dadi romo) kontan saja saudari dan saudara saya tersenyum sambil berlalu melihat kejadian itu.

Terjad juga sewaktu merayakan pesta kaul kekal suster-suster PI (Penyelenggara Illahi, oleh teman-teman diplesetkan menjadi suster-suster 'Penggoda Imam' hehehe.. maaf ya sus...) di bongsari semarang, seorang suster muda tiba-tiba menepuk bahu saya
"romo, apa kabar?", kemudian saya menoleh dan mengkerutkan dahi
"siapa sih.."(dalam hati saya)
"kemaren saya liat romo di greja admodirono"
"saya memang mudika admodirono sus"
romo saya disamping langsung tersenyum lebar sambil berkata "mari kita doakan saja semoga berkat Tuhan mengabulkan doa kita" sambil ke muka saya "ojo lali dadi romo yo..." dan seorang romo yang lain menyematkan pin keluarga kudus dibaju saya
"aduh....aku dithabiskan ki...." dan semua pun tersenyum lebar.

Dan dikeluarga besar, saya sering kali dipanggil romo oleh bulik (adik ibu saya). sewaktu saya sakit dan benar-benar 'terkapar' dirumah selama 1 bulan, bulik saya ini (sambil setengah lari) menghampiri ranjang saya.
"le, neng parokiku ono romo anyar, jan mirip lan persis karo kowe rai ne (wajah), pawakane yo podo kowe, njuk pas ketemu tak critani tentang kowe."romo persis ponakan saya, sekarang lagi sakit"
"o...alah... bulik-bulik orang lagi sakit 'mbok' di pijit saja. malah dicritani kayak gitu"(dalam hati saya)
2bulan kemudian setelah saya dinyatakan sembuh, saya ketemu dengan romo yang dicritakan bulik saya di pertemuan pendamping iman anak (dan ternyata benar.....wakakakak...)

"...Dan terjadilah apa yang diciptankan serupa dengan-Nya..."
 

Image Widget

Free Dog Run Cursors at 
www.totallyfreecursors.com
 
Blogger Templates